Kepolisian Resor Kota Denpasar, Bali telah memproses laporan kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di rumah sakit.
Laporan dengan nomor surat STPL/291/III/2022/SPKT/SATRESKRIM/RESTRA DPS/POLDA BALI sudah polisi terima sejak 27 Maret 2022 lalu.

Saat kejadian itu, pelaku yang berinisial RD berumur 20 tahun saat itu masih menjadi pacar dari korban.
Pelapor melaporkan RD ke polisi, bahwa pelaku sudah menyetubuhi korban pada saat korban sedang mendapat perawatan di rumah sakit akibat depresi berat.
RD merupakan fotografer otaku yang seringkali ikut event jejepangan di Bali.
Pada saat ini, status RD sudah menjadi tersangka. Kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur ini sudah diangkat ke kejaksaan dan menunggu informasi status berkas perkara penyidikan menjadi P21.
Kronologi pelaku melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur
Korban mengakui bahwa pelaku melakukan persetubuhan dengan korban di kamar rumah sakit ketika keluarga korban sedang tidak menjaganya.
Perbuatan itu akhirnya mau korban lakukan karena pelaku mempengaruhi dan menakut-nakuti korban ketika korban sedang mengalami mental-down di rumah sakit.
Saat itu juga, korban sedang dalam masa perawatan psikiater, karena pada masa itu pelaku selalu mengancam korban secara halus.
Selain itu, pelaku tidak mengizinkan korban untuk meminum obat dari psikiater, sehingga kondisi korban semakin buruk.
Pada saat di rumah sakit, pelaku mengancam korban agar keluarganya tidak ikut serta menjaga korban. “Kalau mama mu ada di sana, aku aja yang pergi, aku ngga mau di sana kalau ada mama mu”, ucap pelaku.
Karena Dokter dan keluarga korban mempertimbangkan kesehatan mental korban saat itu, maka keluarga mengalah dan tetap menjaga di luar ruangan bangsal rumah sakit.
Semua pengakuan tersebut baru berani korban akui setelah keluarga mendesaknya untuk mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
Hal ini tentu saja terjadi karena keluarga korban melihat kondisi mental korban yang selalu drop setelah berkomunikasi dengan RD.
Singkat cerita, setelah keluarga menerima informasi bahwa pelaku sudah menjadi tersangka, sehari setelah penetapan itu, keluarga pelaku beserta teman teman pelaku (kurang lebih sekitar 8 orang) datang ke rumah korban untuk melakukan intimidasi dan meminta damai agar kasus ini tidak berlanjut ke pihak berwajib.
Saat itu yang datang bukan RD sendiri, melainkan teman-temannya. Intimidasi itu hampir mereka lakukan setiap hari ke keluarga korban.
“Terakhir kali itu ada 4 orang laki laki datang malam-malam, ngakunya pamannya. Bayangin aja, saya di sini tinggal sama orang tua. For your information aja, saya ini seorang Ibu tunggal yang punya 4 anak dan saya juga harus jaga orang tua saya yang sudah berumur. Bisa bayangin ngga posisi saya saat itu?”, ungkap keluarga korban sambil menangis.
Pelaku sudah pernah melakukan persetubuhan dengan korban sebelum di rumah sakit
Menurut informasi yang kami terima dari korban, pelaku RD merupakan seorang yang aktif mengikuti kegiatan event-event jejepangan. RD juga kerap kali mendekati para cosplayer-cosplayer di event jejepangan.
Pelaku awalnya berkenalan dengan korban secara random di Instagram. Saat itu pelaku yang pertama kali mengirimkan pesan dan meminta berkenalan kepada korban.
Pengakuan dari korban, tindakan persetubuhan itu tidak hanya terjadi di rumah sakit. Sebelumnya, pelaku juga sering mengajak korban ke hotel dan kamar kos pelaku.
Korban pernah menolak, namun, pelaku marah dan bersikap kasar secara verbal kepada korban. Hal itulah yang membuat korban merasa takut dan selalu mau untuk melakukan persetubuhan tersebut.

Tak hanya itu, pelaku juga merayu korban untuk membuat video saat pelaku dan korban bersetubuh.
Parahnya lagi, pelaku menyuruh korban untuk menjadi anti sosial dan mempengaruhi korban untuk membenci keluarganya.
“Saya waktu pacaran sama dia, disuruh jadi anti sosial, saya bener bener ninggalin semua temen saya dan hanya fokus sama dia, sedangkan dia boleh berteman sama siapapun dan dengan enaknya keluar sama cewe lain. Saya juga di brain-wash agar saya benci sama keluarga saya sendiri sampai saya pun sempat diajak kabur dari rumah sama dia. Ngga habis pikir, sih”, ucap korban.
Pelaku sempat melaporkan keluarga korban dengan dalih orang tua tidak memberikan kebebasan terhadap anak
“Suatu hari, saya disuruh ke kantor polisi terdekat untuk ngelaporin keluarga saya sendiri, saya disuruh ngelaporin kalau keluarga ngga ngasih saya kebebasan dan mengekang saya. Padahal saya merasa keluarga saya itu sudah ngebebasin saya banget, saya dikasih keluar dari pagi sampe jam 8 malam itu udah bebas banget. Tapi dia itu pengennya lebih, dia minta saya buat tinggal bareng sama dia di kos nya”, ujar korban.
“Bayangin aja, saya harus berdrama di kantor polisi karena dia yang nyuruh, saya sampai nangis-nangis. Saya sejujurnya kasihan sama mama saya waktu itu, tapi karena saya takut ditinggal sama dia, saya merelakan semua demi dia. Bodoh sekali, ck.”, lanjut korban.
Korban menambahkan, bahwa pelaku sempat mengajaknya ke Lembaga Bantuan Hukum untuk melaporkan keluarga korban.
Motif dari pelaku tersebut ialah, agar pelaku dapat mendapatkan bantuan hukum supaya bisa mengajak korban tinggal bersama dengan pelaku.
Pelaku berlagak seperti korban/play victim
Di sisi lain, korban juga mengakui bahwa pelaku meminta dan memaksa korban untuk melakukan hubungan intim.
Mirisnya, pelaku membuat seolah-olah korban yang meminta untuk melakukan persetubuhan tersebut.
“Pada saat malam setelah saya melakukan hubungan intim sama dia, dia mengirimkan pesan lewat Pesan Pribadi (DM) Instagram dan menyuruh saya join di server discord dan join voice. Di voice itu dia nyuruh saya buat drama bahwa saya yang minta berhubungan badan sama dia lewat satu akun, akun Instagramnya itu dia yang buat, saya tinggal login dan dia nyuruh saya buat ngetik apa pun yang dia suruh ketik. Lalu saya disuruh langsung menghapus semua bukti chat di DM itu agar tidak ada bukti yang tersisa. Saya mau melakukan hal ini karena saya masih merasa takut kalau video saya bakal disebar.”, ucap korban.
Menurut informasi yang kami dapat dari keluarga korban, tersangka RD sebelumnya sudah sempat dilaporkan oleh keluarga korban sebanyak 2 kali.
Namun saat itu, karena mempertimbangkan kondisi mental korban, orang tua korban mau berdamai dengan pelaku.
Saat itu pelaku mengatakan kepada orang tua korban bahwa korban lah yang meminta untuk melakukan hubungan seksual pertama kali, jika pelaku tidak mau melakukan itu, maka korban mengancam akan bunuh diri.
Namun setelah keluarga korban mengklarifikasi hal ini kepada korban, korban merasa kaget, karena korban sama sekali tidak pernah mengeluarkan ancaman seperti itu.
Dengan adanya kasus ini, pihak keluarga korban sangat berharap agar pelaku mendapat tindakan tegas dan mendapatkan hukuman yang setimpal atas apa yang sudah ia lakukan terhadap korban serta mendapatkan efek jera.
© Area Topik Journal