Pada tanggal 8 Mei kemarin, Arts Workers Japan, sebuah asosiasi aktor suara dan musisi lepas, mengadakan konferensi pers di Tokyo. Gelaran konfrensi pers ini semata mata hadir untuk menyampaikan keprihatinan mereka terhadap pengembangan kecerdasan buatan (AI).

Kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa hal tersebut dapat menghilangkan seni ekspresi. Mereka juga mengklaim bahwa dengan penggunaan AI, akan ada banyak orang yang akan kehilangan pekerjaan mereka.
Pada hari yang sama dengan konferensi pers, asosiasi tersebut juga turut mengirim permintaan tertulis kepada Badan Urusan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jepang dan lembaga lain yang meminta pembentukan undang-undang untuk memperkuat upaya melindungi hak.
Pada konferensi pers tersebut, asosiasi menunjukkan hal yang cukup krusial. Mereka menunjukan bahwa sangat mungkin bahwa AI untuk membuat animasi, film dan musik tanpa demonstrasi aktor suara (seiyuus) atau aktor dan bahwa pekerjaan personel yang terlibat dalam produksinya akan hilang. Misalnya, penyiar AI semakin menggantikan penyiar manusia untuk membaca berita dalam berita Jepang.
Megumi Morisaki, presiden asosiasi dan aktris, berpendapat bahwa “Kemajuan AI akan semakin mengacaukan cara kita bekerja.” Yang terakhir, ini menekankan perlunya ketentuan baru untuk hak-hak seniman dan untuk undang-undang yang memungkinkan seniman dan orang lain untuk mencari kompensasi yang sesuai ketika AI menciptakan karya berdasarkan karya mereka.
Sumber: NHK NEWS JAPAN